FILOSOFI PEMIMPIN POHON BAMBU

HarianBernas.com -- Dalam arti
sempit, setiap orang pada hakikatnya adalah pemimpin, minimal menjadi pemimpin
bagi dirinya sendiri. Pemimpin dalam arti luas tentu orang yang diberikan
kepercayaan oleh masyarakat dengan memiliki kewenangan mengatur, mengelola, dan
tanggungjawab tertentu untuk mewujudkan tujuan yang dicita-citakannya. Salah
satu tujuan utama pemimpin adalah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Pemimpin
sesungguhnya adalah pelayan bagi masyarakatnya. Menjadi pemimpin adalah
mendapatkan kesempatan lebih besar untuk melakukan pelayanan kepada lebih
banyak orang. Menjadi pemimpin adalah amanah, di mana pemimpin harus mengemban
amanah dari masyarakatnya. Di dalam menjalankan tugasnya, sebagai seorang
pemimpin harus sesuai dan sejalan dengan kehendak masyarakat yang dipimpinnya.
Dewasa
ini, sering dijumpai pemimpin identik dengan kekuasaan (tahta). Pemimpin
bukannya melayani tetapi ingin dilayani. Pemimpin merasa paling punya kuasa
mengatur ini dan itu, tanpa memperhatikan masyarakat kecil. Pemimpin sering
menindas rakyat kecil yang tidak berdaya. Sebagai contoh, fenomena penegakan
hukum. Penegakan hukum sering seperti pisau tajam ke bawah tumpul ke atas.
Pemimpin
sering memberikan hukuman tidak adil antara rakyat kecil dan masyarakat kelas
atas. Banyak pejabat yang terjerat kasus korupsi di hukum setahun dua tahun,
bahkan ada yang divonis bebas. Sedangkan seorang pencuri sandal atau kayu bakar
bisa dihukum sama seperti koruptor. Ini salah satu bentuk
ketidakadilan/ketidakberpihakan pemimpin pada rakyat kecil. Hal ini sangat
melukai rasa keadilan masyarakat kecil.
Banyak
pemimpin terjerat kasus korupsi membuktikan bahwa pemimpin tidak peka terhadap
masyarakat kecil. Pemimpin hanya mementingkan dirinya sendiri, keluarga, dan
kelompok. Pemimpin hanya untuk memperkaya diri sendiri. Pemimpin merasa bangga
ketika mampu menunjukkan kekayaan yang dimilikinya tanpa peduli masyarakat
kelas bawah. Masyarakat sering sakit hati oleh ulah para pemimpinnya.
Padahal,
pemimpin lahir dari rakyat kecil. Pemimpin dipilih oleh rakyat. Tanpa dukungan
masyarakat, seseorang tidak akan mendapat posisi sebagai pemimpin.
Oleh karena itu, ketika seseorang menjadi pemimpin sudah sewajarnya memperhatikan rakyat kecil.
Pemimpin yang demikian adalah pemimpin dengan filosofi pohon bambu.
Oleh karena itu, ketika seseorang menjadi pemimpin sudah sewajarnya memperhatikan rakyat kecil.
Pemimpin yang demikian adalah pemimpin dengan filosofi pohon bambu.
Pohon
bambu tumbuh dengan akar yang kuat, dari bawah terus tumbuh dan berkembang ke
atas, ketika sudah menjulang tinggi, maka ujungnya merunduk. Hal ini berarti
bahwa ketika menjadi orang besar (pemimpin) jangan lupa melihat orang kecil.
Filosofi
pemimpin pohon bampu akan selalu mengingat dari mana ia berasal, di mana
dirinya dilahirkan dari masyarakat, maka akan terus memperhatikan nasib
rakyatnya. Pemimpin pohon bambu, malu apabila melihat masyarakatnya menderita.
Pemimpin pohon bambu malu apabila melihat masyarakatnya miskin. Prinsip
pemimpin pohon bambu adalah lebih baik dirinya miskin, asalkan rakyatnya
sejahtera, dibandingkan dirinya sejahtera, tetapi rakyatnya miskin.
Pemimpin
pohon bambu adalah pemimpin yang dekat dengan rakyatnya. Pemimpin pohon bambu
adalah pemimpin yang selalu turun langsung melihat permasalahan di lapangan.
Dengan kata lain, pemimpin pohon bampu adalah pemimpin yang merakyat, pemimpin
yang mengerti penderitaan rakyat.
Berbeda
dengan filosofi pemimpin pohon bampu, filosofi pemimpin biji kacang, sering
melupakan asal usulnya. Pemimpin seperti biji kacang yang lupa pada kulitanya,
hanya rajin turun ke bawah ketika ada kepentingan untuk meraih
kekuasaan/jabatan. Setelah menjabat, tidak sesekalipun kembali datang melihat
langsung keadaan masyarakatnya.
Pemimpin
biji kacang, selalu mementingkan dirinya sendiri. Bagi dirinya, kekuasaan
adalah kesempatan untuk menunmpuk kekayaan, kesempatan untuk berfoya-foya, dan
sejenisnya. Pemimpin biji kacang hanya menerima laporan di atas meja, tanpa
melihat langsung kondisi riil di lapangan.
Pemimpin
pohon bambu merupakan pemimpin ideal, pemimpin yang benar-benar pemimpin.
Sedangkan pemimpin biji kacang adalah bukan pemimpin yang sebenarnya, tetapi
adalah seorang penipu. Seseorang yang telah menipu kepercayaan rakyat. Oleh
karena itu, wahai para pemimpin, jadilah pemimpin seperti pohon bambu. Demikian
pula, kepada masyarakat pilihlah sosok pemimpin yang memiliki tipe pemimpin
pohon bambu, bukan pemimpin biji kacang.
Penulis : I
Gede Astawan, Mahasiswa Prodi Ilmu Pendidikan Program Pascasarjana Universitas
Negeri Yogyakarta